Rabu, 03 November 2010

Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Teori belajar Kontstruksi merupakan teori-teori yang menyatakan bahwa peserta didik itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi, jadi peserta didik yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.
Konstruktivisme lahir dari gagasan Jean Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai informasi-informasi baru. Hakikat dari teori konstruktivism adalah ide bahwa peserta didik harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Teori ini memandang peserta didik secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan-aturan tersebut. Salah satu prinsip paling penting adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik, peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri., guru hanya membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik dengan memberikan kesimpulan kepada peserta didik untuk menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak peserta didik agar peserta didik menyadari dan secara sadar menggali strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
1. Konsep Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya seperti sebuah kotak-kotak yang mesing-masing mempunyai makna berbeda-beda.Pengalaman yang sama dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda . Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia (Nurhadi,2004).Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
a. Proses Organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya, sehingga manusia dapat memehami informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut
b. Proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan.Pertama , menggabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau yang disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur yang dimilikidenga struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium). Dalam proses adaptasi ini, Peaget mengemukakan empat konsep dasar (Nurhadi,2004) yaitu :
- Skemata adalah struktur kognitif yang selalu berkembang dan berubah.
- Asimilasi adalah proses kognitif individu dalam usahanya mengadaptasikan diri dengan lingkungannya.
- Akomodasi adalah suatu proses kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru.
- Keseimbangan. Dalam proses adaptasi terhadap lingkungan, individu berusaha untuk mencapai mental atau skemata yang stabil, dalam artian adanya keseimbangan antara proses asimilasi dan proses adaptasi.
Proses adaptasi manusia dalam menghadapi pengetahuan barujuga ditentukan oleh fase perkembangan kognitifnya. Jean Peaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat fase perkembangan manusia (Mar’at,2005) yaitu 1). Periode sensosi-moto (usia 0-18/24 bulan), 2) periode preoperasional (usia 2-7 tahun), 3) periode operasional konkret (7-11 tahun), 4). Periode operasional formal (lenih dari 11 tahun).


2. Konsep Belajar Kontruktivisme Vygotsky
Menurut Vygotsky (Elliot,2003),belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar.Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan social budaya. Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran Top-Down daripada Bottom-Up. Top-Down berarti peserta didik mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Constructivism dibagi tiga yaitu :
a. Zone of Proximal Development atau zona perkembangan terdekat adalah ide bahwa peserta didik belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka.
b. Cognitive Apprenticeship, konsep lain yang diturunkan dari teori Vygotsky menekankan pada dua-duanya hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan terdekat adalah pemagangan kognitif .
c. Scaffolding atau mediated learning, akhirnya teori Vygotsky menekankan bahwa scaffolding atau mediated learning atau dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal penting dalam pemikiran konstruktivism modern.
. Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme antara lain:
1). pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara aktif;
2). tekanan proses belajar mengajar terletak pada peserta didik;
3). mengajar adalah membantu peserta didik belajar;
4). tekanan dalam proses belajar lebih pada proses dan bukan pada hasil belajar;
5). kurikulum menekankan pada partisipasi peserta didik;
6). guru adalah fasilitator (Paul Suparno:1997).


Teori konstruktivisme ini disarankan digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar bentuk yang bisa dilakukan diantaranya konsep pembelajar mandiri (learner utonomy ), belajar kelompok (cooperative learning).Guru hanya sebagai mediator, selanjutnya peserta didik secara sendiri-sendiri maupun kelompok aktiv untuk memecahkan persoalan yang diberikan guru sehingga mereka dapat membangun pengetahuan.

























Daftar Pustaka
Baharudin:Esa Nur Wahyuni,2010
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Multiple Intelegensi

Teori Intelegensi ganda (multiple Intelegensi )ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner , seorang psikolog perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Sebelum Gardner, pengukuran IQ seseorang didasarkan pada test IQ saja, yang hanya menonjolkan kecerdasan matematis-logis dan linguistik. Sehingga mungkin saja dijumpai orang yang nilai test IQnya tinggi tetapi tidak sukses dalam menjalin hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Penemuan Gardner tentang intelegensi seseorang telah mengubahkonsep kecerdasan. Bagi Gardner , suatu kemampuan disebut intelegensi bila menunjukan suatu kemahiran dan ketrampilan seseorang untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya.

Gardner mengumpulkan banyak jenis kemampuan manusia yang dikategorikan kecerdasan menurut pengertiannya. Setelah kemampuan tersebut dianalisis secar teliti, Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 9 kategori (Suparno,2004),yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik/bahasa
Kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan, untuk mengekspresikan ide-ide atau pikiran-pikiran yang dimilikinya. Orang yang mempunyai kecerdasan linguistik tinggi akan berbahasa lanacar, baik dan lengkap. Ia mudah untuk mengetahui dan mengembangkan bahasa dan mudah mempelajari berbagai bahasa. mudah pikirannya secara verbal.Mereka banyak mengajukan pertanyaan dan senang berdiskusi.
2. Kecerdasan Logikal matematik
Merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dimiliki metematikawan, saintis, dan programmer.Pemikiran yang berintelegensi matematis-logis adalah induktif Sn deduktif.Jalan pikirannya bernalar dan dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat.Bila menghadapi persoalan, dia akan lebih dulu menganalisisnya secara metematis.Biasanya orang yang menonjol dalam intelegensi ini akan menjadi organisator yang baik.

3. Kecerdasan Kinestetik/gerak.
Kemampuan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Cepat mempelajari dan menguasai kegiatan yang melibatkan fisik, baik motorik kasar maupun halus. Mereka yang cerdas dalam bidang ini biasanya mampu menggunakan seluruh anggota tubuhnya dalam pekerjaan,memecahkan masalah, ketrampilan tangan,jari, atau lengan dalam memproduksi sesuatu seperti yang dimiliki oleh para atlet, pemain film atau drama , penari, penyulam dan sebagainya.
4. Kecerdasan Spasial
Kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat dan kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat serta mempunyai daya imaginasi secara tepat. contohnya pemburu, arsitek, dekorator. Tokoh terkenal seperti Sidharta ( pemahat ), Pablo Pacasso ( pelukis ) Yang termasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan bentuk benda dalam pikiran dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikirannnya dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik. Anak yang memiliki kecerdasan spasial akan mudah belajar ilmu ukur ruang, akan mudah menentukan letak benda dalam suatu ruangan dan dapat membanyangkan suatu benda dengan benar meskipun dalam perspektif.
5. Kecerdasan musical
Kemampuan untuk mengmbangkan dan mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan suara,peka terhadap ritme, melodi dan intonasi, serta kemampuan memainkan alat musik,memnyanyi,menciptakan lagu, menikmati lagu, musik dan nyanyian.Sangat senstitif terhadap bunyi dan cepat mempelajari berbagai jenis musik, lagu dan alat-alat musik.
6. Kecerdasan intrapersonal
Mudah mengenali perasaan diri dan mampu bertindak secara adaktif .Termasuk dalam intelegensi ini adalah kemampuan berefleksi dan menyeimbangkan diri, mempunyai kesadaran tinggi akan gagasan-gagasan, mempunyai kemampuan menganbil keputusan pribadi, sadar akan tujuan hidup, dapat mengendalikan emosi, sehingga kelihatan tenang, menghayati puisi, drama, bermeditasi, menulis jurnal dan bercerita.Orang yang memiliki kecerdasan ini akan dapat berkonsentrasi dengan baik, pengenalan terhadapa diri sendiri mendalam dan seimbang, memiliki kesadaran realitas, suka bekerja sendirian, pendiam dan kurang tertarik bekerja sama.
7. Kecerdasan interpersonal
Kemampuan seseorang untuk untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi,motivasi, watak dan temperamen orang lain. Mudah bergaul dengan orang lain, senang mencari teman,dan senang terlibat dalam kerja kelompok. Mereka yang cerdas dalam bidang ini biasanya mampu membaca perasaan orang lain melalui nada bicara seseorang, gerak tubuh, dan ekspresi wajah. Biasanya mereka juga mudah menyelesaikan konflik dengan orang lain.Secara umum, intelegensi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang.
8. Kecerdasan Naturalis
Menurut Gardner,orang yang memiliki kecerdasan lingkungan atau natural ini memiliki kemampuan mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memehami dan menikmati alam dan menggunakannnya secara produkstif dalam bertani, berburu dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Cepat mempelajari fenomena alam, biologi, mengamati kehidupan tumbuhan, binatang, serta gemar akan kegiatan pecinta alam.
9. Kecerdasan spiritual
Kemampuan untuk berfikir dalam tentang makna dan arti hidup dan mempertanyakan “mengapa kita hidup” dan mengapa kita mati” Di daamnya termasuk pula kemampuan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan dan saling terkait.
Implikasi kecerdasan Ganda dalam pembelajaran
Secara umum implikasi kecerdasan ganda dalam diri manusia bisa dikembangkan. Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman untuk membantu kecerdasan ganda yang dimiliki oleh anak. Haggerty (Supanro,2004) mengungkapka beberapa prinsip untuk membantu intelegensi ganda, yaitu:
- Pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual. Seorang guru tidak boleh terpaku pada satu jenis kemampuan saja untuk menjawab persoalan-persoalan secara menyeluruh.
- Pendidikan harusnya individual. Setiap karakteristik yang dimiliki siswa mendapat perhatian dalam proses pembelajaran sehingga siswa yang memiliki kemampuan tertentu merasa diperhatikan.
- Pendidikan harus memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar dengan cara memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan cara belajar sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mengevaluasinya.
- Sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan intelegensi ganda yang dimilikinya.
- Evaluasi pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis dan lebih menekankan pada penilaian peforma siswa dalam proses belajar apakah sesuai dengan criteria yang diharapkannya atau tidak.
- Proses pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi hanya dalam gedung sekolah . Konsep kecerdasan ganda memungkinkan proses pembelajaran dilakukan diluar gedung sekolah , tetapi bisa lewat masyarakat,kegiatan ekstra, atau kontak dengan orang lain. ,
Daftar Pustaka
Baharudin:Esa Nur Wahyuni,2010
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konsep dan Implikasi Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)

Teori Belajar Sosial disebut Teori Observational Learning (Belajar Observasional dengan pengamatan ).Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus ,melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitip manusia itu sendiri.
Prinsip Dasar Social learning :
a. Sebagian besar dari yang dipelajari manusia melalui peniruan (Imitation),penyajian contoh perilaku (modeling).
b. Dalam hal ini, peserta didik mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/sekelompok orang bereaksi/merespon sebuah stimulus tertentu.
c. Peserta didik dapat mempelajari respon-respon baru dan deangan cara pengamatan terhadap perilaku orang lain,misalnya guru/orang taunya
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral peserta didik ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
Prosedur-prosedur Social learning :
a. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku social dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan ; Reward (hadiah), Punishment (hukuman). Dasar pemikirannya : Sekali seorang peserta didik mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment), sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat. Komentar orang tua / guru : ketika mengganjar/menghukum peserta didik merupakan faktor yang penting untuk proses penghayatan peserta didik tersebut terhadap moral standards (patokan-patokan moral ). Orang tua dan guru diharapkan memberi penjelasan agar peserta didik tersebut benar-benar paham mengenai jenis perilaku mana yang menghasilkan ganjaran dan jenis perilaku mana yang menimbulkan sangsi. Reaksi-reaksi seorang peserta didik terhadap stimulus yang ia pelajari adalah hasil dari adanya pembiasaan merespons sesuai dengan kebutuhan.Melalui proses pembiasaan merespons (conditioning) ini, sehingga timbul pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon maaf yang sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari sanksi.
b. Imitation
Imitation (peniruan). Dalam hal ini, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model / tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi peserta didik. Contoh : Mula-mula seorang peserta didik mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah sosial, umpamanya menerima tamu, lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah-tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori peserta didik tersebut. Diharapkan, cepat/lambat peserta didik tersebut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan social yang dicontohkan oleh model itu. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku social hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik “ siapa “ yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku social dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam Social Learning, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak. Sebagai contoh hasil belajar ini adalah keagresifan anak bukan tidak mungkin disebabkan oleh tayangan kekerasan dalam film-film laga di Televisi. Anak-anak SLTP, SLTA cara memakai baju yang ketat, tidak rapi, gaya bicara yang prokem ternyata akibat nonton tayangan televisi yang menyajikan sinetron remaja. Anak-anak yang konsumerisme/suka jajan ternyata pengaruh lingkungan yang memberikan contoh konsumerisme. Maka disini perlu peran dari orang tua, dan guru sebagai panutan bagi anak. Agar kedua tokoh ini dapat memberikan bantuan penyelesaian masalah anak-anak dengan baik.